23 April 2015

Eksistensi Pendidikan Pesantren dalam Menangkal Paham Radikal

Banyaknya  pelanggaran HAM  yang dilakukan oleh oknum penguasa negara sehingga menyebabkan lemahnya kontrol sosial yang mengakibatkan penderitaan panjang bagi umat Islam, serta maraknya kemaksiatan dan merosotnya moralitas di seluruh sektor kehidupan, sebab degradasi inilah menimbulkan adanya rasa tanggung jawab masyarakat muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat  agama Islam serta umat Islam, sehingga terbentuk beberapa organisasi masyarakat dengan label Islam yang bertujuan membela ataupun mengislamisasikan suatu negara. Karena merasa terbelakangi, sehingga organisasi-organisasi yang awalnya bertujuan baik menurut aqidah, lalu memberontak dengan tindakan-tindakan radikal serta menganggap bahwa merekalah yang paling benar dan menganggap kafir yang tidak sejalan dengan paham mereka. Hal ini tidak sesuai dengan norma keislaman sendiri seperti halnya isis yang memanas dan organisasi-organisasi radikal lain di Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat menyebabkan kesalahpahaman terhadap pandangan ajaran Islam yang sebenarnya, hingga akhirnya Islam dipandang sebagai agen kekerasan, agama terorisme, dan sebagainya. Tidak lagi agama yang membawa kesejukan, dan kedamaian sebagaimana Islam yang sesungguhnya. Keadaan demikian menyentak kesadaran para pemimpin Islam untuk mencari jalan untuk memperbaiki paham-paham yang radikal, maka mereka sepakat bahwa langkah pertama adalah melalui perbaikan pendidikan Islam.
Jauh dari pada itu, di Indonesia terdapat beberapa organisasi masyarakat yang juga bernuansa Islam. Salah satunya adalah NU (nahdlatul ulama) yang sudah berdiri di Indonesia sejak 16 rajab 1344 H atau 3 januari 1926 M, dimana organisasi ini sebagai wadah para ulama’ dengan para pengikutnya yang bertujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan, serta mengamalkan ajaran Islam yang berhaul ahlussunnah wal jamaah yaitu dengan diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Dengan sikapnya yang toleran terhadap perbedaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan, NU tetap bertahan dan terus berkembang dalam memgembangkan ajaran Islam di Indonesia hingga perkiraan 70% dari umat muslim di Indonesia adalah jamaah NU.
Sesuai dengan prinsip NU  yang berdasar pada Al-Qur’an, Al-Hadits, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas telah menjadi paradigma sosial mayarakat NU yang terus dikembangkan sesuai dengan konteks masyarakat Islam dan pemikirannya. Prinsip dasar kemasyarakatan NU disini meliputi: pertama, at-tawassuth yaitu sikap tengah artinya tidak ekstrem kanan atau kiri. Kedua, at-tasamuh yaitu toleran terhadap perbedaan, toleran dalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan. Ketiga, at-tawazun yaitu seimbang antara ibadah kepada Allah SWT, dan berkhidmat kepada sesama manusia. Keempat, amar ma’ruf nahi munkar  yaitu mendorong perbuatan baik dan mencegah segala hal yang merendahkan nilai-nilai kehidupan.
            NU didirikan oleh para kiai pengasuh pesantren serta didukung oleh para santrinya, baik yang masih berstatus santri aktif maupun yang sudah berada diluar pesantren dengan segala macam kedudukannya ditengah-tengah masyarakat  bersama-sama berupaya  dengan segala aspirasi, pendirian, wawasan, cita-cita, dan tradisi kepesantrenan diisikan ke dalam NU. Oleh karena itu, ada sebuah perkataan di kalangan NU, bahwa NU itu “pesantren besar” dan pesantren adalah “NU kecil". Meskipun demikian, pesantren tetap bukanlah bagian dari NU. Pesantren tetap dalam kemandiriannya masing-masing. Pesantren merupakan awal dari lahirnya NU dan sebagai ujung tombak pendidikan NU. Jadi NU dan pesantren merupakan mitra sejajar dalam menyelenggarakan pendidikan Islam.
Untuk tetap menjaga dan mempertahankan kemurnian ajaran Islam, diperlukan pendidikan yang sesuai dan seimbang dengan kebutuhan masyarakat, seperti halnya saat ini yang menjadi tantangan bagi umat Islam sendiri untuk memahami dan menjalankan bagaimana ajaran Islam yang sesungguhnya. Mempelajari ilmu pengetahuan Islam di dalam kelas saja tidak cukup untuk mendalami serta mengaplikasikannya tanpa adanya panutan yang dijadikan contoh untuk mengaplikasikan segala hal berhubungan dengan ajaran Islam sebagai mana interaksi yang terjadi antara kiai dengan santri, maupun santri dengan santri di dalam pesantren.
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang merupakan subkultur masyarakat Indonesia. Pesantren adalah sebuah institusi yang unik dengan ciri-ciri khas yang kuat dan melengket. Pesantren mempunyai sistem tersendiri dalam mencetak manusia yang cerdas dan berkarakter mulia. Tujuan dari pesantren tidak hanya semata-mata untuk menciptakan manusia yang cerdas untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, dan kepentingan duniawi. tetapi ditanamkan bahwa belajar merupakan semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada allah dan  pesantren juga mempunyai tanggung jawab besar dalam membentuk karakter para santri yang mampu melayani masyarakat dan  memperjelas bahwa inilah Islam yang sebenarnya.
Secara umum pendidikan merupakan suatu usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia baik secara jasmani maupun rohani. pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi oleh manusia. Karena dengan pendidikan manusia dapat belajar menghadapi pelbagai problematika yang ada di alam semesta ini untuk mempertahankan hidupnya dan dengan pendidikan manusia dapat menemukan potensi dirinya, dapat membentuk kepribadiannya, dan meraih cita-citanya. Jadi pendidikan merupakan jalan satu-satunya yang dapat mengantarkan manusia untuk mencapai peradaban dan kebudayaan gemilang.
Saat ini kelompok radikal isis terus mengancam warga Indonesia untuk memasukai dan terus mengajak warga negara Indonesia untuk bergabung dengan kelompok radikal tersebut. Dan telah ditemukan sejumlah warga negara Indonesia yang terdaftar telah bergabung dengan isis. Kurangnya pemahaman warga Indonesia, khususnya umat muslim terhadap ajaran Islam sendiri dan hanya memandang  ajaran Islam dengan sebelah mata inilah yang menjadi faktor bagi mereka mudah terpengaruh oleh isis. Lantas bagaimana eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berbasis Islam dalam menangkal masuknya pelbagai paham radikal ?
Di dalam pesantren, tentunya santri akan bertemu dengan teman yang datang dari pelbagai daerah, keragaman tersebut tentu menyebabkan timbulnya perbedaan. Di pesantrean, santri dituntut untuk belajar menoleransi perbedaan-perbedaan yang ada. Pembelajaran toleransi tersebut tidak hanya diajarkan dalam ruang kelas, namun juga di terapkan dalam kehidupan bermasyarakat di pesantren. Dengan di bekali kemampuan untuk saling toleran, santri akan lebih memahami adanya banyak perbedaan tentang islam, selama perbedaan tersebut tidak menyimpang dari syariat yang berlaku.
Santri maupun kiai sebagai warga pesantren tidak perlu mengumpulkan tenaga untuk ikut serta berperang melawan kelompok-kelompok radikal, tetapi bagaimana upaya pesantren untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan budaya serta ajarannya yang telah menjadi prinsip pesantren sejak dulu. pesantren harus memperbaiki sistem-sistem pendidikan yang masih kurang inovatif untuk memperkuat pemahaman santri terhadap ajaran Islam. Misalnya dalam menerima dan menyaring pelbagai informasi dari media-media informasi yang dapat memicu pengaruh paham radikal. Karena organisasi radikal juga beraksi dalam sosial media. Dengan mencetak kualitas santri yang berpemahaman kuat terhadap ajaran Islam, sehingga bisa menjadi pandangan masyarakat dan mampu mengarahkan masyarakat kepada ajaran Islam yang sebenarnya.
Jadi, pesantren harus diperbaiki dari dalam karena pesantren mampu mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan, lembaga perjuangan Islam dan lembaga pelayanan masyarakat. 

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo