Pertama, yang ingin sampaikan untuk teman2, dan adik kelas adalah tetap smngat untuk brprestasi. baik kapanpun da dimanapun. berikut sbuah kisah yang terus menjadikan saya lebih smngat lagi dan lagi untuk berprestasi adlah tulisan dari mas danang ambar prabowo. seorang mahasiswa yang menjadi benteng kokh di depan saya yang harus saya lampaui. selamat membaca dan semoga bermanfaat. :D
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang saya buat khusus teruntuk adik-adik mahasiswa baru IPB 2008 maupun mahasiswa baru dimanapun juga, dengan salah satu tujuannya melengkapi salah satu chapter buku pengembangan diri. Insya Allah tak ada kesombongan dan keangkuhan yang sengaja ingin saya tunjukkan atau merasa diri saya lebih baik dari orang lain melalui tulisan ini. Melainkan semua itu berfungsi sebagai penguat tulisan saya ini semata. Masukan terhadap ini sangat diharapkan demi perbaikan ke depannya.
2.Mengapa Saya Harus Berprestasi?
Insya Allah saya telah menjelaskan makna prestasi menurut saya pada pembahasan sebelumnya. Dan sangatlah penting memahami makna dasar prestasi sebelum kita menyusun langkah-langkah jitu untuk menorehkan prestasi kita nantinya. Sekedar me-review bahwa makna dasar prestasi menurut saya adalah:
“Pencapaian (achievement), peningkatan (improvement), atau perubahan menuju sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Apapun itu, sekecil apapun itu, asalkan lebih baik dari kondisi semula maka itu adalah prestasi.”
Nah... sekarang kita telah memahami makna dasar prestasi. Lalu mengapa saya harus berprestasi? Jawaban paling mudah yang bisa saya berikan secara spontan adalah: “Agar saya bisa lebih bermanfaat bagi orang lain.”
Saya kemudian menyadari satu hal yang penting, bahwa ketika saya bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya (berprestasi), secara langsung maupun tak langsung saya turut memberikan dampak positif pada orang-orang di sekitar saya, selain tentunya bagi saya sendiri. Dan itupun melibatkan pertimbangan matang untuk mengambil keputusan secara tepat dalam kondisi diri optimal dan tenang.
Contoh paling mudah yang pernah saya alami adalah ketika suatu sore saya datang terlambat 10 menit ke latihan terpadu Taekwondo saat SMA dulu. Mulanya saya menganggap keterlambatan saya itu sebagai hal biasa dan tak menjadi masalah besar karena memang jarak dari rumah ke tempat latihan cukup jauh. Namun ternyata 10 menit yang saya lewatkan tersebut adalah saat terpenting latihan sore itu, karena di sanalah absensi penentuan siapa yang boleh ikut ujian kenaikan tingkat bulan berikutnya ditentukan. Dan saya satu-satunya anggota taekwondo yang tidak tercatat sebagai peserta ujian kenaikan tingkat tersebut. Betapa kecewanya saya dengan keputusan itu.
Saya mencoba melobi dengan berbagai alasan, namun kedisiplinan Sabeum (pelatih taekwondo) saya saat itu tak bisa digoyahkan untuk mengubah daftar peserta hari itu. Seolah latihan saya selama ini tak ada gunanya dan harus menunggu ujian berikutnya yang tentunya masih sangat lama. Saya melewatkan latihan sore itu tanpa semangat, apalagi mendengar percakapan teman-teman yang begitu bahagia akan ikut ujian kenaikan tingkat bulan depan.
Di saat itulah saya harus berani mengambil langkah penting dan jitu untuk kedepan. Hanya ada dua pilihan: Keluar dari tim taekwondo SMA atau terus nekad latihan meski harus berbeda sabuk dengan teman-teman satu angkatan yang berarti saya harus siap menanggung malu sebagai satu-satunya anggota tim yang tak naik tingkat, karena alasan sepele... terlambat datang saat latihan!
Alhamdulillah, di kemudian hari setelah kejadian itu saya tetap memutuskan untuk terus latihan taekwondo. Datang paling awal, menyapu lantai tempat latihan, menyiapkan alat-alat latihan, dan lainnya. Meski di sisi lain saya menghadapi tekanan dan rasa malu sebagai satu-satunya sosok yang tak akan ikut ujian, apalagi pelatih saya seolah tak memperhatikan saya karena sibuk menyiapkan teman-teman yang akan ikut ujian kenaikan tingkat.
Hingga di suatu sore setelah latihan dan seminggu menjelang ujian kenaikan tingkat dilaksanakan, pelatih senior saya memanggil saya dan berkata dengan bijak:
“Nang, taekwondo itu bukan dinilai dari sabuk warna apa yang engkau kenakan. Kalau sekedar ingin keren-kerenan memakai sabuk berwarna, yang hitam sekalipun, tak perlu susah-susah latihan taekwondo atau ikut ujian kenaikan tingkat juga bisa, mudah sekali malahan. Cukup beli sabuk di toko, terus kamu pakai saat latihan. Tapi apakah kemudian sabukmu itu yang menjamin kamu paham dan bisa melakukan teknik-teknik taekwondo? Enggak kan! Sabuk apa yang engkau pakai, akan ada tanggung jawabnya. Cukuplah sabukmu tetap yang paling rendah tapi teknikmu setingkat sabuk yang paling tinggi.
Sebenarnya Sabeum hanya mau memberi pelajaran padamu bahwa apapun yang engkau lakukan itu harus selalu penuh keseriusan dan kedisiplinan. Termasuk saat latihan taekwondo ini. Sabeum ingin melihat apakah kamu bisa dan mau berubah menjadi lebih baik atau justru menyerah setelah keputusan dahulu itu.”
Sejak saat itulah tak ada lagi beban saat latihan taekwondo di kemudian hari bersama teman-teman saya yang sabuknya setingkat lebih tinggi. Saya menyadari bahwa saya harus selalu menjadi lebih baik setiap waktunya, sedikit apapun perubahan itu, yang pasti harus lebih baik. Dan saya membuktikan satu tahun kemudian setelah peristiwa itu, dari 30an anggota tim taekwondo SMA, saya adalah satu dari dua orang yang berhasil meraih medali bagi tim SMA di Kejuaraan Daerah Taekwondo tingkat Pelajar tahun 2002.
Ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi saya pribadi ketika meraihnya, apalagi setelah latihan panjang dan keras selama itu. Bagi orang di sekitar saya, melalui prestasi yang saya raih itulah, kemudian saya bisa bermanfaat bagi orang lain dengan turut aktif melatih anggota tim taekwondo SMA setelahnya. Tak lupa saya selalu menyelipkan nasehat pelatih saya dulu tentang filosofi taekwondo. Dan alhamdulillah di tahun-tahun berikutnya tim taekwondo SMA saya dapat meraih lebih banyak medali bahkan hingga tembus ke kejuaraan nasional sebagai salah satu pemenangnya.
Saya tak menganggap bahwa saya satu-satunya sosok yang berperan atau berjasa di sana. Pastinya banyak pihak juga yang tak kalah penting perannya. Namun yang saya catat adalah ketika saya mampu berprestasi maka raihan prestasi saya itulah yang menjadi bukti penguat ketika mengarahkan orang lain. Akan lebih sulit bagi saya untuk menganjurkan kepada orang lain untuk melakukan ini dan itu dengan tujuan agar mereka menjadi lebih baik jika saya sendiri tak pernah mampu menjadi bukti itu sendiri.
Termasuk juga dengan tulisan saya ini. Tentu Anda akan menganggap tulisan ini hanya sebagai angin lalu, atau saya sekedar berteori semata jika saya sendiri tak pernah mengalaminya sendiri. Maka jika saya bisa menjadi bukti konkrit itu sendiri, insya Allah, apa yang saya sampaikan akan membuat Anda menjadi lebih yakin bukan?!
Semakin bagus prestasi Anda (ingat kembali makna dasar prestasi) akan semakin tinggi kredibilitas dan nilai diri Anda di mata orang lain yang berarti akan semakin luas jangkauan Anda untuk bermanfaat bagi orang lain.
Contoh lain yang lebih menakjubkan adalah sosok Rasulullah, Muhammad SAW. Bagaimana beliau benar-benar mengaplikasikan makna dasar prestasi dalam kehidupannya. Setiap detik hidup beliau adalah tentang prestasi. Menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hingga sebelum diangkat menjadi Nabi atau menorehkan prestasi sejarah secara gilang gemilang pun orang-orang di sekitarnya telah mengakui keunggulan akhlaknya hingga ia dijuluki Al Amin (yang dipercaya). Maka perlahan ia pun menjadi panutan dan teladan bagi orang-orang disekitarnya, dicintai dan mencintai semua orang. Dan dari "prestasi" beliaulah kemudian beliau bisa bermanfaat bagi orang lain. Hal itu tentu tak lepas dari apa yang beliau raih yang kemudian menjadi teladan (bukti) bagi orang lain.
Dan di sisi lainnya... tentu prestasi yang Anda raih merupakan wujud kesyukuran diri Anda pada Allah karena Anda telah mau dan mampu mengoptimalkan apa yang telah Allah berikan pada Anda untuk sesuatu yang baik.
Dengan meraih prestasi pula berarti Anda mau menghargai waktu, diri Anda sendiri, dan perjuangan orang lain yang tak lain dan tak bukan adalah kedua orang tua Anda. Anda harus berprestasi karena itu adalah salah satu cara Anda membuktikan bahwa apa yang sudah Anda pelajari dalam hidup ini ada hasilnya. Dan semua itulah yang akan membawa anda menjadi yang akan diperhitungkan di masa depan.
Nah demikianlah salah satu alasan sederhana mengapa saya dan juga Anda harus berprestasi. Tentunya agar bermanfaat bagi diri Anda sendiri dan juga orang lain dalam lingkungan di sekitar Anda.
Jadi mengapa harus ragu lagi???... teriakkan dengan lantang:
“Setiap detiknya, Saya harus berprestasi!!!”
bagaimna mnrt Anda?
BalasHapus,super skalii :)
BalasHapus,
,i like it, semangaaaat teruss kwaaan :)
alhmdulillah, bisa mmotivasi... :D
BalasHapus